LOKSADO ADVENTURE
Selasa, 13 Agustus 2024
Kamis, 27 Juni 2019
THE ORIGIN OF LOKSADO
The Origin of Loksado
Written by Artani,
Source : Syamdani, A,Md.
Long time ago before Loksado Village existed,
according to the legend, there existed Kalampaian Village, about three
kilometers from Loksado Village that we know now. But nowdays the Kalampaian Village
has changed into a forest. The remainder
of villagers’ houses can still be found in this place.
It was said that the name of Kalampaian Village is derived
from the name of a tree that is Kalampaian tree. The Kalampaian tree was very
big and had dense leaves and stood strongly in the middle of the village, like
an umbrella that protected the village from the sun.
As a trading center, Kalampaian Village was crowded
because it was visited by many people from neighboring villages. Public necessities brought by people for days on foot.
In that time, the only way was a path. Traders and
brokers came from Kandangan and Barabai
towns to this village. They bought rattan, sintuk, cinnamon, rubber and fruits which they brought
to Kandangan via the Amandit river by bamboo rafts. The trading system at that
time, beside using money, was a barter system.
Loksado Village
at present was originally a strategic bay as a safe place to moore some bamboo
rafts. Many brokers and traders built their houses in this place. From the brokers
were obtained money as a result of buying and selling activities by using a currency
known gobang-gobang before the
rupiah, which by the tongue of the people, was called gubang-gubang. Gubang by the local people is another name for the beast called Sado. They often played on the word Gubang as Sado. From this,
the word Loksado becomes familiar until now. That is the origin of Loksado Village.
Jumat, 16 Maret 2018
kayu ulin kritis
Kayu ulin adalah kayu yang sangat spesial, kekuatan dan ketahanannya sangat luar biasa.Kayu
ulin tahan terhadap berbagai cuaca, baik
di air, di dalam tanah, kehujanan, kepanasan tak akan lapuk bahkan
sampai ratusan tahun itulah kesaktian/reputasi kayu ulin (iron wood).Kayu ulin aslinya berasal dari Kalimantan (http://www.pertani-kalimantan.com).
Kantawan Lestari menyediakan paket wisata :
-Rafting, tersedia setiap hari dengan menyusuri sungai Amandit yang jernih dan exsotik.
-Reservasi Penginapan yang rekomended disekitar Loksado dengan harga yang murah.
-Outbound, Fasilitator yang berpengalaman dan lokasi outbound di pegunungan membuat kegiatan outbound tambah seru dan keren.
- Atraksi budaya lokal/ tarian dayak Loksado menambah wawasan dan kecintaan kita terhadap budaya.
Kantawan Lestari.
Cp: 0813 4865 3821
Sabtu, 15 April 2017
ASAL MULA SUNGAI AMANDIT
Written by Artani
Pada jaman dahulu jauh sebelum Sungai Amandit ada. Di daerah Pegunungan Maratus terjadi kemarau yang sangat lama yaitu selama 7 tahun. Semua orang kesulitan air, terkisahlah seorang ayah dan seorang anaknya sedang mencari air karena kemarau yang terjadi. Sudah berhari-hari mereka kesulitan air, setiap bunyi kodok didatangi, mereka mencari tanpa henti, mereka membuka batu-batu untuk menemukan air untuk sekedar minum namun semua usaha nihil. Mereka terus berusaha membuka batu di lembah-lembah dan mereka hampir putus asa hingga akhirnya mereka mengungkit sebuah batu besar dan ternyata keluar dari bawah batu air yang besar. Karena derasnya air sang anak hanyut, ayahnya berusaha sekuat tenaga untuk memegang sang anak namun apa daya derasnya air menghanyutkan sang anak. Sang ayah sangat sedih dan berlari mengejar anaknya yang hanyut dibawa air bah. Sang ayah terus mencari namun tak menemukan sang anak.
Terkisahlah sang anak yang hanyut. Anak tersebut terseret oleh arus yang sangat deras tubuhnya bercampur dengan pohon-pohon dan ranting-ranting yang ikut terbawa bah besar. Tubuhnya terpental tidak karuan, sakit tak tertahankan mendera tubuhnya. Kejadian aneh menimpa pada anak tersebut. Setiap kali kepalanya berbenturan dengan batu atau kayu maka bagian kepalanya berubah menjadi muka (wajah). Sehingga kepalanya dipenuhi wajah-wajah sebanyak tujuh buah. Ketika air bah mulai surut anak yang telah bermuka tujuh tersebut sadar namun tidak mengetahui dirinya berada di mana tapi yang jelas dia berada jauh dari tempat tinggalnya di daerah pegunungan.
Anak tersebut menjadi sangat sedih karena terpisah dengan ayahnya yang tidak tahu entah di mana dan sangat pemarah karena penampilannya menjadi buruk. Anak tersebut berubah menjadi anak yang liar dan jahat dan terkenal dengan sebutan anak bermuka tujuh.
Konon air bah yang terjadi berubah menjadi sungai yang bersih dan banyak digunakan orang. Anak bermuka tujuh tersebut kesal dan murka karena orang-orang dengan enaknya menggunakan sungai tersebut untuk keperluan mereka padahal sungai tersebut berkat usahanya dengan sang ayah, sehingga dia melampiaskan kemarahannya pada benda-benda yang dilaluinya sepanjang sungai tersebut. Ketika dia melihat seekor babi hutan menyebarang sungai sontak saja anak tersebut menyumpahi babi tersebut dan tiba-tiba babi tersebut berubah menjadi batu, konon batu tersebut masih ada di daerah Desa Pagar Haur. Anak tersebut terus mengeluarkan sumpah serapahnya yang menyebabkan apa saja yang kena sumpahnya akan berubah menjadi batu. Ketika dia kehujanan dia pun mengeluarkan sumpahnya maka jadilah air hujan tersebut menjadi batu yang terkenal dengan batu hujan yang masih dianggap keramat sampai sekarang karena jika kita lewat disana dan kita menyimbur dengan air mengenai batu hujan tersebut maka menurut kepercayaan orang di daerah tersebut akan turun hujan pada hari itu dan mengenai orang yang menyimbur tadi. Ketika dia melihat dinding rumah orang dipinggir sungai dia juga mengeluarkan sumpahnya jadilah dinding rumah menjadi batu dan sekarang bernama batu dinding.
Demikianlah seterusnya anak tersebut tak bisa dicegah dan sangat membahayakan nyawa orang banyak. Maka diadakanlah perlombaan untuk membunuh anak tersebut dengan persyaratan siapa yang sanggup membunuh anak tersebut dengan waktu yang paling cepat. Maka diadakanlah semacam seleksi dengan syarat tersebut di atas. Maka terpilihlah sang pembunuh yang sanggup membunuh si anak dengan kecepatan terbaik. Para penyeleksi adalah para datu seperti Datu Sumaliih, Datu Ayuh, dan Datu Pujung. Singkat cerita maka matilah anak bermuka tujuh tersebut. Bersamaan dengan matinya anak tadi konon atas inisiatif para datu maka dilakukan penobatan nama sungai dengan nama Sungai Amandit yang berarti aman dari pandit ( kering).
Written by Artani
Pada jaman dahulu jauh sebelum Sungai Amandit ada. Di daerah Pegunungan Maratus terjadi kemarau yang sangat lama yaitu selama 7 tahun. Semua orang kesulitan air, terkisahlah seorang ayah dan seorang anaknya sedang mencari air karena kemarau yang terjadi. Sudah berhari-hari mereka kesulitan air, setiap bunyi kodok didatangi, mereka mencari tanpa henti, mereka membuka batu-batu untuk menemukan air untuk sekedar minum namun semua usaha nihil. Mereka terus berusaha membuka batu di lembah-lembah dan mereka hampir putus asa hingga akhirnya mereka mengungkit sebuah batu besar dan ternyata keluar dari bawah batu air yang besar. Karena derasnya air sang anak hanyut, ayahnya berusaha sekuat tenaga untuk memegang sang anak namun apa daya derasnya air menghanyutkan sang anak. Sang ayah sangat sedih dan berlari mengejar anaknya yang hanyut dibawa air bah. Sang ayah terus mencari namun tak menemukan sang anak.
Terkisahlah sang anak yang hanyut. Anak tersebut terseret oleh arus yang sangat deras tubuhnya bercampur dengan pohon-pohon dan ranting-ranting yang ikut terbawa bah besar. Tubuhnya terpental tidak karuan, sakit tak tertahankan mendera tubuhnya. Kejadian aneh menimpa pada anak tersebut. Setiap kali kepalanya berbenturan dengan batu atau kayu maka bagian kepalanya berubah menjadi muka (wajah). Sehingga kepalanya dipenuhi wajah-wajah sebanyak tujuh buah. Ketika air bah mulai surut anak yang telah bermuka tujuh tersebut sadar namun tidak mengetahui dirinya berada di mana tapi yang jelas dia berada jauh dari tempat tinggalnya di daerah pegunungan.
Anak tersebut menjadi sangat sedih karena terpisah dengan ayahnya yang tidak tahu entah di mana dan sangat pemarah karena penampilannya menjadi buruk. Anak tersebut berubah menjadi anak yang liar dan jahat dan terkenal dengan sebutan anak bermuka tujuh.
Konon air bah yang terjadi berubah menjadi sungai yang bersih dan banyak digunakan orang. Anak bermuka tujuh tersebut kesal dan murka karena orang-orang dengan enaknya menggunakan sungai tersebut untuk keperluan mereka padahal sungai tersebut berkat usahanya dengan sang ayah, sehingga dia melampiaskan kemarahannya pada benda-benda yang dilaluinya sepanjang sungai tersebut. Ketika dia melihat seekor babi hutan menyebarang sungai sontak saja anak tersebut menyumpahi babi tersebut dan tiba-tiba babi tersebut berubah menjadi batu, konon batu tersebut masih ada di daerah Desa Pagar Haur. Anak tersebut terus mengeluarkan sumpah serapahnya yang menyebabkan apa saja yang kena sumpahnya akan berubah menjadi batu. Ketika dia kehujanan dia pun mengeluarkan sumpahnya maka jadilah air hujan tersebut menjadi batu yang terkenal dengan batu hujan yang masih dianggap keramat sampai sekarang karena jika kita lewat disana dan kita menyimbur dengan air mengenai batu hujan tersebut maka menurut kepercayaan orang di daerah tersebut akan turun hujan pada hari itu dan mengenai orang yang menyimbur tadi. Ketika dia melihat dinding rumah orang dipinggir sungai dia juga mengeluarkan sumpahnya jadilah dinding rumah menjadi batu dan sekarang bernama batu dinding.
Demikianlah seterusnya anak tersebut tak bisa dicegah dan sangat membahayakan nyawa orang banyak. Maka diadakanlah perlombaan untuk membunuh anak tersebut dengan persyaratan siapa yang sanggup membunuh anak tersebut dengan waktu yang paling cepat. Maka diadakanlah semacam seleksi dengan syarat tersebut di atas. Maka terpilihlah sang pembunuh yang sanggup membunuh si anak dengan kecepatan terbaik. Para penyeleksi adalah para datu seperti Datu Sumaliih, Datu Ayuh, dan Datu Pujung. Singkat cerita maka matilah anak bermuka tujuh tersebut. Bersamaan dengan matinya anak tadi konon atas inisiatif para datu maka dilakukan penobatan nama sungai dengan nama Sungai Amandit yang berarti aman dari pandit ( kering).
Kamis, 20 November 2014
Buah Limpasu
BUAH
LIMPASU
Kabupaten Hulu Sungai
Selatan sebagai salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan memiliki kekayaan
alam dan keanekaragaman hayati. Salah satu keanekaragaman hayati adalah buah
limpasu. Buah limpasu hidup di daerah dataran tinggi atau pegunungan di sekitar
pegunungan meratus. Limpasu tumbuh liar di hutan dan tanpa ada yang
memanfaatkannya. Buah limpasu menempel pada batang pohon limpasu, bila masak
akan berwarna kekuningan. Pohon limpasu sejenis pohon perdu dengan ketinggian
sekitar 5- 10 meter.
Manfaat
Buah Limpasu
Buah limpasu bermanfaat
untuk kecantikan yaitu menghaluskan, mencerahkan kulit dan menghilangkan bintik-bintik
hitam pada kulit wajah akibat paparan cahaya matahari.
Pentingnya
Mengembangkan Produk dari Buah Limpasu
Sebagai salah satu
kekayaan hayati yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan manfaat yang
terkandung pada buah limpasu maka perlu
adanya upaya untuk memanfaatkan dan melestarikannya. Pemanfaatan buah limpasu pada jaman sekarang
sudah mulai ditinggalkan bahkan terlupakan oleh gerusan produk-produk dari luar
negeri yang dipoles melalui berbagai iklan yang sangat menggoda, padahal hasil
yang digambarkan melalui iklan tersebut belum tentu seperti yang diiklankan.
Produk-produk
kecantikan yang menjamur dipasaran disinyalir banyak mengandung zat –zat
berbahaya seperti merkuri, … yang membahayakan bagi konsumen. Alih-alih untuk
mempercantik diri malah menjadi penyakit. Belum lagi pada tahun 2015 akan
dilaksanakan apa yang disebut dengan MEA (Masyarakat Ekonomi Asian) yang
berakibat arus berbagai produk dan jasa dari luar negeri akan dengan bebas
masuk wilayah Indonesia. Jangan-jangan kekayaan alam kita orang lain yang
memanfaatkan dan kita hanya menjadi karyawan bahkan hanya sebagai konsumen.
Oleh karena itu perlu adanya
dari pihak pemerintah untuk merangsang dan membimbing masyarakat untuk
mengambangkan ekonomi kreatif salah satu yaitu membuat buah limpasu lebih
ekonomis dan higienis (bebas zat kimia berbahaya) serta kualitas dan kemasan yang
lebih baik.
Kamis, 07 Februari 2013
The Amandit River
The Amandit River
written by Artani
The Amandit River is the biggest river in South Hulu Sungai Regency. This river
has good scenery, on both sides of the river, there is forest. The
river has swift current which
isgood for adventure. Its water is very clean and many
kinds of fish live in the river.
Amandit River is very famous in South Kalimantan Province. Formerly, the river was used by local people
as a means of
transportation. They used bamboo rafts to bring the agricultural products and then sold them to a small town. Nowdays, its function is changed
not only as means of transportation but also as one of the tourist’ s destinations.
Many visitors go there to enjoy the
exotic panorama of this river. Tourists use bamboo rafts on the river. Sometimes they can see some rare animals that live
there. The animals that visitors can find include monkeys, pigs, monitor lizards, bakantan (long nose monkeys), and many others. The Amandit River gives freshness of nature and
new experience.
Langganan:
Postingan (Atom)