Sabtu, 15 April 2017

ASAL MULA SUNGAI AMANDIT
Written by Artani
Pada jaman dahulu jauh sebelum Sungai Amandit ada. Di daerah Pegunungan Maratus terjadi kemarau yang sangat lama yaitu selama 7 tahun. Semua orang kesulitan air, terkisahlah seorang ayah dan seorang anaknya sedang mencari air karena kemarau yang terjadi. Sudah berhari-hari mereka kesulitan air, setiap bunyi kodok didatangi, mereka mencari tanpa henti, mereka membuka batu-batu untuk menemukan air untuk sekedar minum  namun semua usaha nihil. Mereka terus berusaha membuka batu di lembah-lembah dan mereka hampir putus asa hingga akhirnya  mereka mengungkit sebuah batu besar dan ternyata keluar dari bawah batu air yang besar. Karena derasnya air sang anak hanyut, ayahnya berusaha sekuat tenaga untuk memegang sang anak namun apa daya derasnya air menghanyutkan sang anak. Sang ayah sangat sedih dan berlari mengejar anaknya yang hanyut dibawa air bah. Sang ayah terus mencari namun tak menemukan sang anak.
Terkisahlah sang anak yang hanyut. Anak tersebut terseret oleh arus yang sangat deras tubuhnya bercampur dengan pohon-pohon  dan ranting-ranting yang ikut terbawa bah besar. Tubuhnya terpental tidak karuan, sakit tak tertahankan mendera tubuhnya. Kejadian aneh menimpa pada anak tersebut. Setiap kali kepalanya berbenturan dengan batu atau kayu maka bagian kepalanya berubah menjadi muka (wajah). Sehingga kepalanya dipenuhi wajah-wajah sebanyak tujuh buah. Ketika air bah mulai surut anak yang telah bermuka tujuh tersebut sadar namun tidak mengetahui dirinya berada di mana tapi yang jelas dia berada jauh dari tempat tinggalnya di daerah pegunungan.
Anak tersebut menjadi  sangat sedih karena terpisah dengan ayahnya yang tidak tahu entah di mana dan sangat pemarah karena penampilannya menjadi buruk. Anak tersebut berubah menjadi anak yang liar dan jahat dan terkenal dengan sebutan anak bermuka tujuh.
Konon air bah yang terjadi berubah menjadi sungai yang bersih dan banyak digunakan orang. Anak bermuka tujuh tersebut kesal dan murka karena orang-orang dengan enaknya menggunakan sungai tersebut untuk keperluan mereka padahal sungai tersebut berkat usahanya dengan sang ayah, sehingga dia melampiaskan kemarahannya pada benda-benda yang dilaluinya sepanjang sungai tersebut. Ketika dia melihat seekor babi hutan menyebarang sungai sontak saja anak tersebut menyumpahi babi tersebut dan tiba-tiba babi tersebut berubah menjadi batu, konon batu tersebut masih ada di daerah Desa Pagar Haur. Anak tersebut terus mengeluarkan sumpah serapahnya yang menyebabkan apa saja yang kena sumpahnya akan berubah menjadi batu. Ketika dia kehujanan dia pun mengeluarkan sumpahnya maka jadilah air hujan tersebut menjadi batu yang terkenal dengan batu hujan yang masih dianggap keramat sampai sekarang karena jika kita lewat disana dan kita menyimbur dengan air mengenai batu hujan tersebut maka menurut kepercayaan orang di daerah tersebut akan turun hujan pada hari itu dan mengenai orang yang menyimbur tadi. Ketika dia melihat dinding rumah orang dipinggir sungai dia juga mengeluarkan sumpahnya jadilah dinding rumah menjadi batu dan sekarang bernama batu dinding.
Demikianlah seterusnya anak tersebut tak bisa dicegah dan sangat membahayakan nyawa orang banyak. Maka diadakanlah perlombaan untuk membunuh anak tersebut dengan persyaratan siapa yang sanggup membunuh anak tersebut dengan waktu yang paling cepat. Maka diadakanlah semacam seleksi dengan syarat tersebut di atas. Maka terpilihlah sang pembunuh yang sanggup membunuh si anak dengan kecepatan terbaik. Para penyeleksi adalah para datu seperti Datu Sumaliih, Datu Ayuh, dan Datu Pujung. Singkat cerita maka matilah anak bermuka tujuh tersebut. Bersamaan dengan matinya anak tadi konon atas inisiatif para datu  maka dilakukan penobatan nama sungai dengan nama Sungai Amandit yang berarti aman dari pandit ( kering).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar